Rabu, 30 Juli 2008

RETAKAN BUKAN MASALAH LAGI

Peneliti Inggris mengembangkan pesawat yang dapat memperbaiki dirinya sendiri.
Penyembuhan permukaan kulit yang luka menjadi mulus kembali kini bukan cuma monopoli makhluk hidup, pesawat terbang sampai wahana antariksa pun bisa. Ini berkat teknologi perbaikan mandiri yang dikembangkan sejumlah ilmuwan Inggris.

Teknik baru yang meniru proses penyembuhan alami itu memungkinkan pesawat yang rusak memperbaiki dirinya sendiri secara otomatis, bahkan saat terbang sekalipun. Itu berarti tidak ada lagi risiko kecelakaan terbang akibat retakan pada tubuh pesawat.

Selain manfaatnya bagi keselamatan terbang, terobosan itu, yang dikembangkan oleh para insinyur antariksa di Bristol University, Inggris, membuka jalan bagi rancangan pesawat terbang yang lebih ringan di masa mendatang. Ini berarti penghematan bahan bakar, memotong ongkos penerbangan dan penumpang, serta mengurangi emisi karbon. Mereka berjanji teknik reparasi mandiri ini siap untuk penggunaan komersial dalam waktu empat tahun.

Cara kerja teknik itu sederhana. Jika ada lubang kecil atau retakan pada badan pesawat, misalnya terjadi karena usang dan sobek, melemahnya logam karena tekanan lama, atau batu yang menghantam pesawat, epoxy resin akan merembes untuk menambalnya. Bahan yang sering digunakan sebagai lem super itu keluar dari pembuluh di dekat lubang dan dengan cepat menutupnya, mengembalikan integritas strukturalnya.

Dengan mencampurkan cat ke dalam resin, setiap perbaikan mandiri ini bisa terlihat seperti bercak berwarna yang dapat dengan mudah ditunjukkan ketika inspeksi lapangan berikutnya, sehingga perbaikan penuh bisa dilakukan jika diperlukan.

Proyek yang didanai oleh Engineering and Physical Sciences Research Council itu amat potensial untuk diterapkan secara luas, tidak terbatas pada pesawat saja, tapi juga pada obyek apa pun yang menggunakan komposit serat polimer yang diperkuat (FRP). Boeing 787 Dreamliner dan Bombardier Learjet, misalnya, adalah dua pesawat yang menggunakan material komposit serat polimer ringan itu.

Material kuat sekaligus ringan ini terbukti semakin populer tidak hanya dipakai dalam industri pesawat, tapi juga pada mobil, turbin angin, bahkan pembuatan wahana antariksa. Sistem perbaikan mandiri yang baru ini bisa berpengaruh besar di semua bidang itu.

Aspek inovatif teknik ini meliputi pengisian resin dan bahan pengeras ke dalam serat kaca berlubang yang ditanamkan ke dalam komposit serat polimer yang diperkuat. Jika serat itu pecah, resin dan pengerasnya akan mengalir keluar. Hasilnya kumayan, kekuatan komposit itu akan pulih 80-90 persen dari kekuatan aslinya, cukup bagi pesawat untuk berfungsi pada beban operasional normalnya. "Pendekatan ini bisa mengatasi kerusakan skala kecil yang tidak terlalu terlihat dengan mata telanjang, tapi bisa mengarah pada kepada kegagalan integritas struktural serius jika luput dari perhatian," kata Ian Bond, pemimpin proyek itu.

Meski bisa memulihkan integritas struktural komposit sampai 90 persen, Bond mengingatkan bahwa sistem perbaikan mandiri ini hanyalah pelengkap. "Ini bukan pengganti inspeksi dan pemeliharaan rutin yang konvensional, sekadar antisipasi kerusakan skala ringan, semisal karena tubrukan dengan burung," ujarnya.

Namun, sampai sejauh ini, sistem itu baru teruji baik pada struktur komposit di darat. Bond dan timnya dari Department Aerospace Engineering, Bristol University, belum bisa memastikan apakah teknik reparasi mandiri ini juga bisa diaplikasikan dengan sempurna di antariksa yang hampa udara. "Kerusakan struktur komposit di antariksa biasanya terjadi karena tumbukan dengan meteoroid mikro dan puing orbital yang kecepatannya mencapai 19 kilometer per detik sehingga menghasilkan kerusakan amat parah," kata Bond. "Belum lagi siklus panas tinggi yang diterima wahana itu."

Khusus untuk penggunaan di antariksa, diperlukan sistem resin yang berbeda dengan sistem yang sekarang digunakan. "Dalam kondisi hampa di antariksa, material komposit kehilangan kelembapan, yang bisa menyebabkan perubahan dimensi yang amat besar pada strukturnya," ujarnya. "Lingkungan seperti itu juga bisa memicu menguapnya gas dari komponen dengan berat molekul rendah."

Walaupun belum bisa diterapkan di antariksa, sistem perbaikan mandiri ini bisa mempercepat diadopsinya material komposit tersebut dalam sektor penerbangan. Sistem tersebut menyempurnakan komposit FRP, yang sebenarnya sudah memiliki karakteristik keamanan canggih.

Keuntungan utama pengadopsian material ini pada industri pesawat terbang terletak pada desain pesawat yang lebih ringan, karena menggunakan komposit FRP, bila dibandingkan dengan model saat ini yang berbasis aluminium. Pengurangan berat sekecil apa pun setara dengan penghematan bahan bakar yang lumayan besar selama usia pakai pesawat itu.

Namun, tim ilmuwan Bristol University ini tidak berhenti sampai di situ, karena Bond dan teman-temannya berharap bisa membawa sistem ini semirip mungkin dengan sistem peredaran darah pada organisme hidup. "Proyek ini cuma langkah awal saja," kata Bond. "Kami juga mengembangkan sistem berbeda, agen 'penyembuh' tidak ditempatkan dalam serat kaca terpisah, tapi bergerak bebas ke sekitarnya sebagai bagian jaringan vaskular, sama seperti sistem sirkulasi yang ditemukan pada binatang dan tumbuhan."

Sistem seperti itu memungkinkan pengisian ulang atau penggantian agen penyembuh dan bisa berulang kali memperbaiki strukturnya sepanjang hidupnya. Tidak tertutup kemungkinan sistem itu bisa dikembangkan untuk fungsi lain, seperti fungsi darah yang mengendalikan temperatur atau mendistribusikan sumber energi.

Dinding Antiretak dan Material Otonom

Teknik yang sederhana tapi cerdas ini amat mirip proses penyembuhan luka, seperti berdarah dan memar. Ketika kulit mengalami luka akibat terpotong atau tergores, darah akan mengalir dan sel hidup di lapisan bawahnya akan menggantikan lapisan sel yang mati.

Namun, Bond dan kawan-kawannya tidak sendirian dalam pengembangan teknik penyembuhan mandiri yang amat berguna itu. Pada 2007, ilmuwan dari University of Leeds Nanomanufacturing Institute, Inggris, juga membuat rumah tahan gempa yang bisa memperbaiki sendiri retakan pada dindingnya.

Dalam proyek gabungan yang didanai Uni Eropa itu, para ilmuwan mengembangkan dinding khusus yang mengandung partikel polimer nano, yang akan berubah menjadi cairan ketika terkena tekanan. Partikel nano itu akan mengalir ke dalam retakan dan mengeras membentuk material padat.

Para ilmuwan Amerika Serikat juga tidak ketinggalan dalam pengembangan material komposit dengan reparasi mandiri. Mirip teknik yang digunakan Bristol University, tim ilmuwan dari University of Illinois membuat sistem berbasis polimer yang dapat memperbaiki sendiri bagian yang rusak. Mereka menamakannya sistem material otonom.

Resin berbasis epoksi disalurkan lewat jaringan kanal berdiameter 200 mikron, yang saling berhubungan. Kanal-kanal itu diisi dengan dicyclopentadiene monomer berviskositas rendah, yang berperan sebagai agen penyembuhnya.

Substrat vaskular ini memiliki lapisan epoksi padat di permukaannya. Sebuah katalis ditanamkan ke dalam lapisan itu. Ketika lapisan itu rusak, agen penyembuh keluar dari kanal-kanal melalui sistem kapiler. Begitu sampai di retakan, agen penyembuh akan berinteraksi dengan partikel katalis di pelapis untuk memicu polimerisasi, mengikatkan kembali retakan itu secara otomatis.

Setelah beberapa lama, retakan itu mengeras dan intregritas struktural lapisan itu pulih kembali. Ketika retakan terbuka kembali karena tekanan, siklus penyembuhan akan terulang kembali.

Namun, inovasi lebih maju dari sistem ini adalah pendekatan yang diajukan oleh desainer dari Aurora Flight Sciences. Jika epoksi resin merupakan solusi revolusioner untuk perbaikan skala kecil, para desainer ini berangan-angan membuat pesawat yang benar-benar bisa melakukan reparasi mandiri tingkat tinggi. Pesawat rancangan mereka, Odysseus, adalah wahana modular bertenaga surya yang bisa berubah bentuk ketika terbang, bahkan bisa mengganti satu dari tiga segmennya ketika terjadi kerusakan.

Bahan Ajaib Itu

Epoksi resin yang digunakan oleh para ilmuwan sebagai dasar pengembangan sistem reparasi mandiri itu sebenarnya adalah polimer epoxide yang diaktifkan lewat panas dan tekanan. Polimer ini punya kemampuan ajaib yang dapat menyembuhkan lewat polimerisasi dan ikatan kimia antar-rantai polimer ketika bercampur dengan katalis atau pengeras.

Umumnya epoksi resin dihasilkan dari reaksi antara epichlorohydrin dan bisphenol-A. Sintesis pertama pertama epoksi resin berbasis bisphenol-A ini ditemukan oleh Pierre Castan dari Swiss dan S.O. Greenlee dari Amerika Serikat pada 1936.

Berkat temuan Castan dan Greenlee itu, material epoksi resin dapat diaplikasikan secara luas baik sebagai perekat dan bahan pelapis maupun material komposit, seperti bahan yang menggunakan serat karbon dan serat kaca yang diperkuat. Struktur kimia epoksi dan dan beragamnya variasi komersial yang tersedia membuat polimer penyembuh ini diproduksi untuk berbagai properti.

Namun, secara umum, epoksi dikenal karena daya rekatnya yang luar biasa serta tahan panas dan kimia sehingga banyak digunakan dalam bidang mekanik dan insulator listrik. (KORAN TEMPO, 5 Juni 2008/ humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Komentar Anda Ya !

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Elf Coupons