Rabu, 30 Juli 2008

LIPI dan Batan Lepas Varietas Baru

Bibit hasil penelitian banyak yang berhasil dan sukses dalam uji coba lapangan mampu berkembang dengan baik

Hasil riset yang unggul kini nyata tak hanya berasal dari luar negeri. Peneliti dalam negeri melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berhasil menciptakan banyak benih bermutu tinggi. Hal itu diungkapkan para kepala ma¬sing-masing LPND, diperkuat dengan pernyataan para penangkar benih yang kini telah mengembangkan benih bermutu tersebut. Pernyataan tersebut juga ditulis dalam laporan evaluasi yang diberikan kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, Selasa (13/2) lalu.

Paparan perkembangan aplikasi benih padi hasil litbang Batan dan LIPI langsung diadakan guna menyosialisasikan hasil penelitian. Bekerja sama dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), pemerintah dan lembaga penelitian saling mengungkapkan keluhan dan kontribusi yang disumbangkan dalam menyukseskan ketahanan pangan nasional.

Kepala Batan, Hudi Hastowo mengatakan kegiatan aplikasi nuklir yang dilakukan Batan sejak 1980, sebenamya terfokus pada dua hal, yakni energi dan non energi. “Khusus energi yaitu untuk listrik memang belum berjalan, tetapi untuk non energi seperti bidang pertanian khususnya pengembangan bibit sudah dilakukan sejak lama,” ujarnya. Hudi menyebut telah lebih dari 14 jenis padi varietas baru dibuat. Pada 2004-2005 misalnya, dilakukan uji varietas di enam Kabupaten di Jawa Barat, yakni jenis Cilosari, Winongo, Kahayan, Atomita-4, Wayla, dan Meraoke.

Tahun 2007, Batan sukses dengan penangkaran benih bibit Mira-1 dengan total penanaman oleh para petani hingga satu juta hektar. Tahun 2008 ini ditargetkan program perbanyakan benih dan perluasan tanaman pangan dalam rangka peningkatan produksi bisa dilakukan. Benih yang dimaksud adalah benih padi, kedelai, dan jagung. Menyusul pernyataan tersebut, Kepala Batan melepaskan bibit padi varietas baru yang diberi nama Bestari.

Kedelai yang diciptakan oleh Batan juga diharapkan menjadi solusi permasalahan kedelai nasional. Pada musim tanam 2007-2008 dimulai penanaman untuk perbanyakan di wilayah Bekasi, Majalengka, Karawang, Nganjuk, dan Grobogan. Varietas kedelai litbang Batan adalah varietas Rajabasa. Varietas ini dinilai cukup baik karena tingkat produksi cukup tinggi kurang lebih dua ton per hektare, dan kedelai berbiji besar. Hanya saja keluhan petani adalah umur kedelai yang agak panjang sampai 90 hari. Padahal untuk varietas Malabar dan Wilis biasanya hanya berumur 75 hari.

Kepala LIPI Umar Anggara Jenie mengatakan, peneliti LIPI kini juga melakukan riset pengembangan bibit unggul dan bermutu tinggi. Mereka di antaranya adalah padi yang tahan hama penggerek batang, padi tahan jamur blast, padi tahan kering dan kedelai plus.

Riset dalam pencarian padi hama tahan penggerek batang telah berhasil dilakukan di rumah kaca. Peneliti LIPI kini telah melakukan uji lapangan “Uji Terbatas” dan sudah berada pada generasi ke 4, penelitian 2003-2007. Dan hasil uji lapangan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa sementara tanaman transgenik yang dimaksud sangat baik karena tidak merusak ekologi (tidak ada penyebaran gen tanaman ke tanaman lain, tidak ada pengaruh ke serangga misal mematikannya, serta tidak berpengaruh terhadap mikrobia). Hasil pengujian juga menunjukkan padi transgenik ini lebih tahan terhadap hama penggerek batang kuning 10 kali dibanding varietas Rojolele, Ciherang, dan Cilosari.

LIPI juga telah merancang padi tahan kering. Tujuannya untuk menyikapi pemanasan global, mengingat tidak semua daerah di Indonesia berlahan basah. Saat ini tim berhasil melakukan perakitan padi rekayasa genetik ini dengan ditemukannya gen penyandi. “Gen ini memiliki peran dalam ketahanan terhadap cekaman kering dan sudah di ujicobakan ditanaman Arabidopsis thaliana. Saat ini penelitian sedang dalam uji terbatas (rumah kaca),” ujar Umar.

Kerja Sama Tripartit Sukses

Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman mengatakan, keterkaitan antarpihak yaitu Pemerintah, Pengusaha dan Peneliti menjadi sangat penting dalam membangun kemandirian teknologi pangan nasional. “Selama ini hasil-hasil penelitian lebih banyak disimpan di rak ketimbang diaplikasikan. Padahal tugas dari seorang peneliti belum selesai jika itu hanya di lab, tugas mereka baru akan selesai jika telah di aplikasikan ke penggunanya yakni petani, jika itu di bidang pèrtanian,” ujarnya.

Kusmayanto juga menambahkan satu hal penting yang tak boleh dilupakan oleh peneliti dan itu perlu juga diketahui oleh semua tidak selalu mencari yang unggul dan menambah produksi itu yang dicari. Sehebat-hebatnya teknologi untuk menghasilkan produksi yang tinggi tetapi jika pengelolaannya tidak benar itu juga akan merugikan.

“Contohnya gudang penyimpanan kita itu belum baik. Bagaimana model penyimpanan yang awal ditumpuk, hanya karena model satu pintu, maka yang awal tadi harus keluar terakhir. Cara seperti ini dalam sistem ekonomi di sebut rugi-rugi yang mana menjadi salah satu faktor pengurang keuntungan,” katanya. Jadi akan percuma jika peneliti meningkatkan hasil hingga 10 persen saja tetapi sistem diatasnya seperti petani dan pengusaha menghilangkan 40 persen.

Kusmayanto juga berpesan kepada semua pihak agar hasil penelitian dan pengembangan peneliti lokal dapat segera diterapkan. Caranya dengan menjalin kerja sama secara nasional.

Dari pihak peneliti mengungkapkan, selama penelitian banyak permasalahan yang dihadapi. Antara lain permasalahan timbul pada saat perbanyakan dan penyebarluasan varietas baru. Kendala utama yang juga menjadi hambatan adalah pada kurangnya dana. Dana yang dimaksud baik itu berupa dana pembiayaan untuk penelitian sampai ke tataniaga benih. Dikeluhkan juga persoalan alat-alat pertanian, gudang dan pemrosesan benih.

Permasalahan juga muncul dari para petugas departemen pertanian. Terutama mereka yang di tingkat dinas, kurang memahami varietas-varietas padi baru yang ditawarkan. Sebagai contoh, banyak petugas yang hanya mengenal varietas Ciherang. Kendalanya akan muncul dalam perbanyakan karena saat diikutkan tender lelang benih varietas yang baru tidak diikutkan. “Ini kan menjadi penghambat bagi petani dan perusahaan yang lebih maju untuk menjual varietas lain seperti Mira-1, Cigeulis, Cibago, atau Mekongga,” ujar Hudi Hastowo, Kepala BATAN.

Hasil Riset Teknologi Pangan Nasional 2007

1. Padi tahan penggerek batang

Riset saat ini :
Telah berhasil merakit varietas padi tahan terhadap serangan hama penggerek batang. Mulai 2003 telah dilakukan ”Lapangan Uji Terbatas” dan menghasilkan 4 generasi.
Dari hasil uji diperoleh kesimpulan sementara tanaman layak tanam. Kelebihan penelitian adalah tidak merusak ekologi lingkungan seperti tidak menyebarkan gen ke tanaman lain, tidak mematikan serangga, dan tidak berpengaruh pada mikrobia tanah

Rencana selanjutnya :
Menurut peraturan setelah lolos uji keamanan lingkungan maka harus dilakukan uji keamanan pangan, setelah itu baru masuk uji multibokasi (20 kali untuk dua musim).

2. Padi berkualitas unggul

Riset saat ini :
Pada 2004-2007 peneliti telah berhasil menemukan benih-benih berkualitas yang setara dengan hibrida dan diuji lapangan antara lain varietas Cilosari, Winongo, Kahayan, Atomita-4, Woyla, Meraoke, Mira-1, Mayang, Dia Suci, Bestari, dan lainnya seperti jenis jagung dan kedelai.

Rencana selanjutnya :
Beberapa bibit telah dilakukan penangkaran oleh petani benih bekerjsama dengan HTI, dan beberapa lainnya sedang dilakukan tahap uji coba lapangan.

3. Padi tahan penyakit jamur blast

Riset saat ini :
Peneliti berhasil meningkatkan kandungan asam salisilat dalam tanaman padi melalui rekayasa genetik.

Rencana selanjutnya :
Setelah dilakukan uji rumah kaca, maka seperti percobaan lain butir padi harus melalui uji keamanan lingkungan, uji keamanan pangan, dan uji multilokasi

4. Padi tahan kering

Riset saat ini :
Peneliti bertujuan untuk merakit jenis padi yang tahan terhadap kekeringan sebagai antisipasi perubahan iklim global. Menggunakan teknik rekayasa genetik peneliti berhasil menemukan gen penyandi kunci. Uji coba telah berhasil dilakukan pada model tanaman Arabidopsis thaliana.

Rencana selanjutnya :
Setelah dilakukan uji rumah kaca, maka seperti percobaan lain butir padi harus melalui uji keamanan Iingkungan, uji keamanan pangan, dan uji multilokasi

5. Kedelai dan jagung plus

Riset saat ini :
Peneilti berhasil menemukan mikrobia dan teknik yang tepat untuk menginsersi mikrobia agar bisa berasosiasi dengan tanaman secara efektif. Hasil riset yang dilakukan mampu meningkatkan hasil panen hingga 100 persen.

Rencana selanjutnya :
Sebaiknya hasil penelitian yang ada ditindak lanjuti dengan uji lapangan dengan areal yang luas Iebih dari 100 hektar.

6. Bioteknologi peternakan

Bioteknologi reproduksi peternakan melakukan riset produksi sapi potong dan sapi perah di Indonesia. Menggunakan teknik bioteknologi peneliti Iangsung dapat memisahkan kromosom jenis sapi jantan dan betina. Teknologi ini sudah diterapkan di 16 provinsi di Indonesia seperti Lampung, Sumsel, Sumbar, Riau, Bengkulu, Kalteng, Kalsel, Sulsel, NTB, NTT, Bali, DlY, Jatim, Jateng dan Jabar.

(JURNAL NASIONAL, 15 Februari 2008/ humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Komentar Anda Ya !

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Elf Coupons